toko muslim

Selasa, 22 Desember 2009

( sambungan ) SIKAP ISLAM DALAM MENJAGA KEHORMATAN KAUM WANITA MUSLIMAH TERSURAT DALAM AL-AHZAB 59

3. Peringatan dari menyebarkan berita jelek berkenaan dengan seorang wanita muslimah yang menjaga kehormatannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka yang menuduh itu sebanyak delapan puluh kali cambukan dan janganlah kalian menerima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 4)

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hukuman 80 kali cambukan bagi orang yang menuduh seorang muslimah dengan tuduhan yang keji, sementara ia tidak bisa mendatangkan empat orang saksi. Tidak cukup sampai di situ. Orang tersebut tidak boleh lagi diterima persaksiannya selama-lamanya, kemudian ia disifati dengan kefasikan.

Tidak cukup sampai di situ hukuman yang diterima. Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan memberikan ancaman yang lebih keras dalam firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ. يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang tidak pernah berpikir berbuat keji lagi beriman dengan tuduhan zina, mereka akan terkena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (An-Nur: 23-24)

Ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha dituduh berzina oleh orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat-ayat-Nya yang panjang dari atas langit ketujuh, yang terus dibaca sampai hari ini, untuk memberikan pembelaan kepada istri Nabi-Nya yang mulia, seorang wanita muslimah yang menjaga kehormatan dirinya.

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لاَ تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ اْلإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ. لَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ. لَوْلاَ جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ. وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمٌ. وَلَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ. يَعِظُكُمَ اللهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. وَيُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلآيَاتِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ. وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian bahkan ia adalah baik (akibatnya) bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata.’ Mengapa mereka yang menuduh itu tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong tersebut? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itu di sisi Allah adalah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian telah ditimpa azab yang besar karena pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. Ingatlah di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikitpun dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal di sisi Allah ucapan itu besar. Dan mengapa kalian tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita membicarakan hal ini. Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami, ini adalah dusta yang besar.

” Allah memperingatkan kalian agar jangan kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kalian memang orang-orang yang beriman dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Memiliki hikmah. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan beroleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui. Dan sekiranya bukan karena keutamaan Allah dan rahmat-Nya atas kalian semua dan sungguh Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, niscaya kalian akan ditimpa azab yang besar.” (An-Nur: 11-20)

Ini adalah sepuluh ayat yang kesemuanya turun berkenaan dengan diri Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, sebagai pembelaan terhadap kehormatan dan kesucian dirinya dari ucapan yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka dan menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cemburu. Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan ayat-ayat ini sebagai pembelaan terhadap kehormatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/379)

4. Wahyu turun menjawab pengaduan seorang wanita
Di antara wahyu yang turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang berisi jawaban terhadap pengaduan wanita. Bahkan turun surat yang khusus berbicara tentang pengaduan si wanita yang dinamakan surat Al-Mujadilah. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:

تَبَارَكَ الَّذِي أَوْعَى سَمْعُهُ كُلَّ شَيْءٍ، إِنِّي لَأَسْمَعُ كَلاَمَ خَوْلَةَ بِنْتِ ثَعْلَبَةَ وَيَخْفَى عَلَيَّ بَعْضُهُ وَهِيَ تَشْتَكِي زَوْجَهَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهِيَ تَقُوْلُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَكَلَ شَبَابِي وَنَثَرْتُ لَهُ بَطْنِي، حَتَّى إِذَا كَبِرَتْ سِنِّي وَانْقَطَعَ وَلَدِي، ظَاهَرَ مِنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُوا إِلَيْكَ. قَالَتْ: فَمَا بَرِحَتْ حَتَّى نَزَلَ جِبْرِيْلُ بِهَؤُلَاءِ الْآيَاتِ: قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللهِ وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Maha Suci Zat yang pendengarannya mencapai segala sesuatu. Sungguh aku mendengar ucapannya Khaulah bintu Tsa’labah namun samar (tidak terdengar) bagiku sebagiannya. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia telah menghabiskan masa mudaku dan aku telah melahirkan banyak anak untuknya, hingga ketika usiaku telah tua dan aku tidak dapat melahirkan lagi, ia menzhiharku[8]. Ya Allah, aku mengadukan perkaraku kepadamu.’ Terus menerus Khaulah mengadu hingga datang Jibril membawa ayat ini:

قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللهِ وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan
kepadamu tentang suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab di antara kalian berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Mujadilah: 1) [HR. Ibnu Majah no. 2063, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dengan syawahid-nya, lihat Irwa`ul Ghalil 7/175][9]

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu dalam tafsirnya terhadap ayat pertama surah Al-Mujadilah ini menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan diri Khaulah bintu Tsa’labah, istri dari Aus ibnush Shamit. Khaulah memiliki tubuh yang bagus sementara suaminya agak sedikit mengalami gangguan jiwa.

Suatu ketika suaminya “menginginkannya” namun Khaulah menolak. Suaminya marah dengan berkata, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Namun kemudian suaminya menyesali apa yang diucapkannya, padahal zhihar dan ila` termasuk talak orang-orang jahiliah. Maka Aus berkata, “Tidaklah aku meyakini kecuali engkau telah haram bagiku.” Khaulah berkata, “Demi Allah, itu bukan talak.” Khaulah pun mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan perkaranya. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan bahwa ia telah haram bagi suaminya, Khaulah tidak menerimanya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Zat yang menurunkan Al-Qur`an kepadamu, ia tidak menyebut talak. Ia adalah ayah dari anakku dan ia adalah orang yang paling kucintai.” Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan ia haram bagi suaminya.

Maka Khaulah mengadukan perkaranya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terus demikian. Ia menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Ya Allah, aku mengadu kepadamu. Ya Allah, turunkanlah wahyu kepada Nabi-Mu yang memberikan kelapangan kepadaku.” (Ma’alimut Tanzil, 4/277)

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menurunkan ayat-ayat-Nya menjawab pengaduan wanita yang shalihah ini. Semua ini jelas merupakan bukti kepedulian syariat yang mulia ini terhadap kaum wanita.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
__________________________________________________________________________________________________
[1] Dengan menyilangkan dua ujung kain di atas kedua pundak. (Al-Minhaj, 5/239)

[2] Yaitu ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam satu riwayat disebutkan, “anak ayahku”, dan ini yang shahih secara makna, karena Ali adalah saudara kandung Ummu Hani` (Fathul Bari, 1/609).
Ummu Hani menyebutkan “anak ibuku” untuk menekankan hubungan kemahraman, kedekatan dan kebersamaan mereka dalam satu rahim. Di samping juga karena seorang anak lebih banyak bersama ibunya. Ini sesuai dengan sebutan Harun q kepada Musa q dalam surah Thaha ayat 94:

قَالَ يَبْنَؤُمَّ لاَ تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي

“Wahai anak ibuku, janganlah engkau menarik jenggotku.” (Al-Minhaj, 5/239)

[3] Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata, “Sebagian pengikut mazhab kami dan jumhur ulama berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan diterimanya jaminan keamanan dari seorang wanita.” (Al-Minhaj, 5/239)

[4] Dengan keislaman Zainab dan tetapnya suaminya dalam kekufuran, keduanya pun harus dipisahkan karena Zainab tidak halal bagi Abul ‘Ash yang masih kafir.

[5] Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu bertemu dengan 170 orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri. Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan diam-diam menemui Zainab untuk meminta perlindungan.

[6] Tanpa memperbarui pernikahan mereka.

[7] Karena wanita itu terbunuh oleh pasukan terdepan yang dipimpin oleh Khalid ibnul Walid radhiyallahu ‘anhu.

[8] Dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku”, suaminya ingin mengharamkan dirinya sebagaimana keharaman ibunya baginya.

[9] Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya secara mu’allaq

Tidak ada komentar: