toko muslim

Rabu, 16 Desember 2009

aslmlkm.........................

SIKAP ISLAM DALAM MENJAGA KEHORMATAN KAUM WANITA MUSLIMAH TERSURAT DALAM AL-AHZAB 59
TELAH

berulang-ulang kita singgung tentang penghargaan Islam terhadap kaum wanita. Namun masih saja ada permasalahan yang tertinggal, tak sempat diangkat karena keterbatasan yang ada. Karenanya tidak ada salahnya kita kembali berbicara tentang hal tersebut.
Beberapa bukti yang menunjukkan penghargaan terhadap wanita dalam Islam kita dapati dalam beberapa peristiwa di bawah ini:

1. Dikabulkannya jaminan perlindungan yang diberikan seorang wanita


Hal ini tampak dalam kisah Ummu Hani` bintu Abi Thalib radhiyallahu ‘anha ketika Fathu Makkah, saat ia memberikan perlindungan kepada mertuanya dan seorang lelaki dari kalangan kerabatnya, padahal dua orang ini telah diputuskan untuk dibunuh. Ummu Hani radhiyallahu ‘anha berkisah:

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ الْفَتْحِ، فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ. قاَلَتْ: فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَنْ هذِهِ؟ فَقُلْتُ: أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ. فَقَالَ: مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ. فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ. فَلَمَّ انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، زَعَمَ ابْنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلاً قَدْ أَجَرْتُهُ، فُلاَنَ ابْنَ هُبَيْرَةَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَدْ أََجَرْنَا مَنْ أََجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِىءٍ. قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ: ذَاكَ ضُحًى.

“Aku pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun terjadinya Fathu Makkah. Aku dapati beliau sedang mandi dalam keadaan ditutupi kain oleh putri beliau Fathimah. Aku mengucapkan salam kepada beliau. “Siapa ini yang datang?” tanya beliau dari belakang kain yang menutupi beliau.

“Saya Ummu Hani` bintu Abi Thalib,” jawabku.
“Marhaban, Ummu` Hani!” sambut beliau.

Selesai dari mandinya, beliau mengerjakan shalat sunnah 8 rakaat dalam keadaan berselimut
[1] dengan satu kain. Selesai dari shalatnya, aku berkata, “Wahai Rasulullah, anak ibuku
[2] mengaku akan membunuh seseorang yang telah aku berikan jaminan perlindungan, yaitu Fulan putra Hubairah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kami memberikan perlindungan untuk orang yang engkau berikan perlindungan, wahai Ummu Hani.” Kata Ummu Hani, “Ketika itu waktu Dhuha.” (HR. Al-Bukhari no. 357 dan Muslim no. 1666)
[3]Begitu pula yang terjadi pada Zainab radhiyallahu ‘anha putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika suaminya yang belum berislam
[4], Abul ‘Ash ibnur Rabi’, hendak ditawan oleh kaum muslimin di Madinah bersama dengan tawanan-tawanan lainnya dan hartanya dijadikan sebagai rampasan perang
[5], si suami ini memohon jaminan keamanan dan perlindungan kepada Zainab. Zainab pun menjanjikan kebaikan dan menanti hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalat Shubuh bersama kaum muslimin. Kemudian Zainab berdiri di pintu rumahnya dekat masjid seraya berseru dengan suara yang tinggi, “Sungguh aku telah memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada Abul ‘Ash ibnur Rabi’.”
Mendengar seruan putrinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia!
Apakah kalian mendengar apa yang telah aku dengar?”
Mereka menjawab, “Iya.”
Beliau lalu bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sebelumnya aku tidak mengetahui apa-apa hingga aku mendengar apa yang telah kalian dengar.” Kemudian beliau menyatakan, “Sungguh kami telah memberikan perlindungan kepada orang yang dilindungi oleh Zainab.”

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah beliau, Zainab menyusul ayahnya dan memohon kepada beliau agar harta yang diambil dari Abul ‘Ash dikembalikan kepada Abul ‘Ash, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabulkan. Maka seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya tanpa berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah kepada pemiliknya.
Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?”
Mereka menjawab, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang baik padamu. Engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji.”
Setelahnya Abul ‘Ash menegaskan, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam saat itu, kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku menyatakan masuk Islam.”
Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah menuju Madinah, hingga bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengumpulkannya kembali dengan istrinya Zainab dengan pernikahan yang awal[6]. (Siyar A’lamin Nubala` 1/333-334, Al-Ishabah 7/207-208)

2. Haram membunuh wanita dalam peperangan

Bila pasukan muslimin berperang dengan musuhnya maka diharamkan membunuh wanita, anak-anak, dan laki-laki yang sudah tua, terkecuali bila mereka turut serta dalam peperangan di barisan lawan. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan:

وُجِدَتِ امْرَأَةٌ مَقْتُوْلَةً فِي بَعْضِ مَغَازِي رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَنَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَأَنْكَرَ

“Didapatkan ada seorang wanita yang terbunuh dalam sebagian peperangan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau melarang membunuh wanita dan anak-anak.” Dalam satu riwayat: maka beliau mengingkarinya. (HR. Al-Bukhari no. 3014 dan Muslim no. 4523)

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata, “Ulama sepakat mengamalkan hadits ini dalam masalah tidak bolehnya membunuh wanita dan anak-anak bila mereka tidak turut berperang. Namun ulama berbeda pendapat bila mereka (wanita dan anak-anak ini) ikut berperang. Jumhur ulama secara keseluruhan berpendapat bila mereka ikut berperang maka mereka dibunuh.” (Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 6/48)

Hanzhalah Al-Katib berkata, “Kami berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami melewati seorang wanita yang terbunuh yang tengah dikerumuni oleh manusia. Mengetahui hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا كَانَتْ هذِهِ تُقَاتِلُ فِيْمَنْ يُقَاتِلُ. ثُمَّ قَالَ لِرَجُلٍ: انْطَلِقْ إِلَى خَالِدٍ ابْنِ الْوَلِيْدِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُكَ، يَقُوْلُ: لاَ تَقْتُلَنَّ ذُرِّيَّةً وَلاَ عَسِيْفًا

“Wanita ini tidak turut berperang di antara orang-orang yang berperang.” Kemudian beliau berkata kepada seseorang, “Pergilah engkau menemui Khalid ibnul Walid[7], katakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanmu agar jangan sekali-kali engkau membunuh anak-anak dan pekerja/orang upahan.” (HR. Ibnu Majah no. 2842, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 701)

( BERSAMBUNG ) setelah 2 minggu akan disambung

Tidak ada komentar: